6.13.2010

Apit


Apit


Sore ini akan diumumkansiapa yang akan masuk tim inti SMP Negri 2 Gunungwetan. Sekolahku itu memeng sekolah langganan juara dalam segala bidang perlombaan.Mulai dari mata pelajaran, olimpiade, ataupun olahraga seperti : bulutangkis, bola basket, tenis meja, voli, renang, dan yang paling mencolok adalah sepak bola.
Dari 48 siswa yang mengikuti seleksi hanya akan diambil 20 siswa sebagai tim yang akan mewakili SMP 2 ke tingkat Provinsi Jawa Tengah. Sekolahku secara otomatis lolos ke tingkat provinsi karena tahun lalu berhasil menjadi juara dalam PSSI Competition for School ( PCS ) se Jawa Tengah.
Pak Harno pelatih sepak bola sekaligus guru olahragaku membacakan satu per satu siswa yang masuk tim.
“Pertama Banu, kedua Riko, ketiga ijat,..........”
Aku merasa was-was, apakah aku akan lolos atau tidak. Karaena dengan kemamapuanku yang tidak sebagus peserta lainnya membuatku minder terlebih dahulu.
”Keduapuluh Mukhlis.” Pak Harno menyebutkan pemain terakhir.
”Apa! Aku terpilih.” Aku berteriak keras. Aku sangat terkejut saat namaku disebutkan , rasa terkejut bercampur dengan rasa senang dan juga puas.
”Bagi yang namanya disebutkan, mlai besok sore kita latihan di lapangan sekolah.” Kata Pak Harno
”Memangnya berapa lama lagi kita akan bertanding, pak?” Aku bertanya pada guru yang berusia 34 tahun tersebut..
”Dua minggu lagi, lawan kita adalah SMP Semista Semarang. Sekarang kalaian boleh pulang.”
”Baik pak.”Jawab kami serempak.
Diiringi rasa lelah, Aku pulang dengan berjalan kaki menuju rumahku yang jaraknya 3 kilometer dari sekolah. Sesampainya di persimpangan tugu tua ada sesuatu yang aneh. Edo, Riko, dan Banu menghalangi jalanku untuk lewat. ” Ada apa kak?” tanyaku pada anak-anak kelas sembilan itu. Mereka bertiga dijuluki Trio Spenda Gunungwetan, nama merekapun sudah terkenal di daerah Semarang dan sekitarnya.
”Heh, jangan mentang-mentang dipilih Pak Harno jadi tim kamu merasa hebat. Kemampuanmu itu sangat rendah dan kami tidak setuju kamu terpilih.” Bentak Edo padaku.
”Jangan kecewakan kami. Kami ingin kamu mundur dari tim.” kata Riko sambil mendorongku sampai-sampai aku hampir jatuh ke selokan.
Aku yang sudah emosi mengepalkan tangan dan memukul perut Riko’duak’ .
”Ah, beraninya kamu, aku ini kakak kelasmu”.
Edo yang tidak terima temanya dipukul, balik memukulku tapi berhasil kutangkis.
”Baru kali ini aku melihat anak kelas delapan yang berani memukul anak kelas sembilan.” Kata Banu yang agak marah.
” Baiklah kakak-kakak kelasku yang cerewet, besok sore setelah latihan aku menantang kalian berduel satu lawan 3.Aturan mainya terserah kalian, kalau aku kalah aku akan keluar dari tim.” Aku menyatakan tantangan tanpa memikirkan apa akibtnya. Beginilah pemikiran remaja yang sedang bermasalah, ”Biasanya para remaja berpikirnya sekali saja tanpa memikirkan akibatnya..........”,seperti lagu Rhoma Irama . Setelah mendapat tantangan mereka bertigapun pergi.
Dalam perjalanan pulang aku masih merenungkan tentang tantanganku tadi, dengan kemampuanku yang seadanya memang tidak munkin aku akan menang. Saat ini aku harus kerja keras dan tidak boleh bergantung pada keajaiban.
Saat aku hampir tiba di rumah, aku terkejut melihat seseorang yang belum pernah aku lihat. Ada seorang anak seumuranku ynag sedang bermain bola sendirian di lapangan dekat rumahku. Kemudian aku mendekatinya, penampilannya sanagat aneh, anak yang berjenis kelamin laki-laki ini menmakai baju dan celana pendek berwarna putih polos, dia juga tidak mempunyai rambut satupun, dan wajahnya agak pucat.
”Mau main bola dengan ku?” tanya anak gundul itu,suaranya serak-serak basah.
”Mau”. Aku menjawab dengan yakin
Sambil bermain pasing-pasingan, senggol-senggolan dan men to menan aku mengajak ngobrol dia. ”Siapa namamu dan dimana rumahmu?” Sambil memegang tangannya yang dimgin.
”Namaku Apit, aku tidak punya rumah. Lalu siapa namamu?”Dia menjawab dan sekaligus bertanya balik.
”Aku Mukhlis, besok datang ke tantanganku ya!”
”Oke, khlis”. Jawabnya sok akrab.
”Menurutmu bagaimana permainan bolaku?”Tanyaku sambil tersenyum
”Lumayan, tapi tidak bisa dikatakan bagus. Kamu harus latihan lebih bayak lagi.” Jawaban apit membuatku agak kecewa.
”Aku akan mengajarimu beberapa tehnik seperti Cristiano Ronaldo”.Kali ini perkataan apit membuatku senang. Menurut pengamatanku Apit sangat jago main bola terutama skill individualnya memang seperti CR9.
Setelah bermain dan berlatih cukup lama, aku merasa capek lalu aku memutuskan untuk pulang. ” Besok sore jangan lua lho pit”.Pesanku. ”Oke.., khlis”.Jawabnya enteng.
Haripun berganti, setelah Salat Asar aku langsung memakai sepatu bolaku dan menuju latihan untuk mengahadapi PCS dan juga menantang trio spenda gunung wetan.
Kurang lebih satu jam latihan pun selesai. Dan tantangan dimulai, pertandingan one on three bisa juga disebut three on one itu disksikan oleh 16 pasang mata yang tidak lain adalah siswa-siswa lainya.
”Mukhlis, sudah siap untuk angakat koper dari tim?” Tanya Banu, si gendut ini sngat yakin trio yang akan menang.
”Aku siap menang ataupun kalah”. Kataku tegas.
”Peraturan dan tata caranya ada dikertas ini, baca sendiri!”.Riko memberikan kertas padaku.
Inilah peraturan yang kubaca:
1. Pertandingan diadakan di lapangan latihan
2. Tidak ada pelanggaran maupun out kecuali hands ball
3. tidak ada babak ke 2
4. Yang bisa mencetak 11 gol terlebih dahulu dia yang menang

”Aku terima”. Lagi-lagi aku menjawab asal, padahal aturannya sangat merugikanku.
Diawali dengan Bismillah, dalam pertandingan tersebut tehnik-tehnik yang diajarkan apit padaku seperti salto, menyembunyikan bola di perut, memasukkan bola dengan pantat, dan cara menyundul yang benar dapat kulakukan dengan baik dan sempurna sampai-sampai skornya 6-5 untuk ke unggulanku. Penonton bengong dan heran melihat seorang anak kelas delapan yang baru saja masuk tim dapat mengungguli Trio Spenda Gunungwetan.
“Bocah, Hebat juga kau”. Riko masih bisa tersenyum.
Amarahku makin tak terbebdung dan tak memberikan kesempatan pada mereka mencetak gol lagi. Saat aku berhasil unggul10-5 , aku meliahat apit sedang menonton pertandingan ini. Dan akhirnya pertandingan kusudahi dengan skor 11-5.
Trio tersebut ku bombardir dan hanya bias membobol gawangku 5 gol saja.
Dan yang lebih keren, aku mengalahkan mereka di depan banyak orang. Kemudaian mereka bertiga minta maaf padaku karena telah meremehkan ku.
“Maafkan kami atas perlakuan kami, sekarang kami berjanji tidak akan meremehkan siapapun.” Kata Edo
“Mulai sekarang kita sama-sama berjuang untuk memenangkan PCS ya”.
Aku menjawab kata-kata mereka dengan mengucapkan ’ya’dan anggukan.
Setelah itu aku menghampiri apait yang duduk sendirian di sudut barat..”Bagaimana pit, permainanku ada peningkatankan?”Aku bertanya dengan harapan Apit menjawab seperti yang kuingginkan.
”Peningkatan sih ada tapi harus banyak latihan lagi. Sekarang tugasku sudah selesai. 1 hal lagi, sebelum tantangan tadi kamu baca Bismillah dan seusai tantangan kamu lupa baca Alhamdulillah. Kali lain jangan lupa baca keduanya sebelum dan sesudah melakukan sesuatau, oke”.
Perkataan Apit tadi seperti kata perpisahan dan aku tak akan bertemu dengannya lagi.
”Apa maksud tugasmu sudah selesai?”Tanyaku keheranan
Apit tidak menjawab dan menghilang bersama angin di depan mataku. Lalu aku menyadari, bagaimana dia bisa tahu tempatku bertanding padahal aku belum mengatakan dimana tempatnya, dan bagaimana dia bisa tahu aku sudah membaca Bismillah padahal aku membacanya secara pelan dan dia juga tahu kalau aku belum mengucapkan Alhamdulillah.
Mungkin Apit adalah makhluk kiriman Tuhan untuk membantuku melawan anak-anak yang sombong tadi. Aku akan mengenangmu pit..., dan terimakasih ya Allah, Engkau telah membantuku melalui perantaraan makhlukmu yang bernama Apit.”Mulai sekarang kau harus bekerja keras Mukhlis!” Bisikku dalam hati.





Sekian

0 komentar:

Posting Komentar